Penyebab dan Pencegahan Pada Anak Gizi Buruk
dr. Fifin | 29 Desember 2024
Gizi buruk (severe wasting) dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian serta meningkatkan risiko terjadinya stunting.
Menurut WHO, ada tiga indikator status gizi yang dipantau, yaitu berat badan terhadap umur, tinggi badan terhadap umur, dan berat badan terhadap tinggi badan. Berat badan merupakan indikator umum status gizi karena berat badan berkorelasi secara positif terhadap umur dan tinggi badan. Masa balita merupakan masa kritis dalam pembentukan kapasitas fisik dan psikis. Status gizi balita sangat signifikan sebagai titik tolak kapasitas fisik di usia dewasa. Karakter ketahanan tubuh dibangun oleh kematangan dan kualitas organ-organ tubuh.
Agar mencapai kondisi kesehatan optimal sejak dini sampai dewasa
Gizi buruk merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan Kesehatan, sesuai arah kebijakan RPJMN 2020-2024, target tahun 2024 adalah menurunkan prevalensi wasting menjadi 7% dan stunting menjadi 14%.
Faktor risiko gizi buruk bagi bayi < 6 bulan yang sering ditemukan antara lain:
1.Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) yaitu berat badan lahir < 2500 gram
2.Bayi lahir sebelum waktunya (prematur)
3.Penyakit dan kelainan bawaan
4.Pola asuh yang tidak menunjang proses tumbuh kembang bayi dan gangguan kesehatan ibu setelah melahirkan antara lain: manajemen laktasi yang tidak benar, ibu mengalami masalah psikologis, pemberian susu formula yang tidak benar.
Klasifikasi berdasarakan Gejala Klinis
1.Marasmus terjadi disebabkan asupan kalori yang tidak cukup. Marasmus sering sekali terjadi pada bayi di bawah 12 bulan. Pada kasus marasmus, anak terlihat kurus kering sehingga wajah seperti orangtua, kulit keriput, cengeng dan rewel meskipun setelah makan, perut cekung, rambut tipis, jarang dan kusam, tulang iga tampak jelas dan pantat kendur dan keriput (baggy pant).
2.Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi namun asupan protein yang inadekuat. Beberapa tanda khusus dari kwashiorkor adalah: rambut berubah menjadi warna kemerahan atau abu-abu, menipis dan mudah rontok, apabila rambut keriting menjadi lurus, kulit tampak pucat dan biasanya disertai anemia, terjadi dispigmentasi dikarenakan habisnya cadangan energi atau protein. Pada kulit yang terdapat dispigmentasi akan tampak pucat, Sering terjadi dermatitis (radang pada kulit), terjadi pembengkakan, terutama pada kaki dan tungkai bawah sehingga balita terlihat gemuk.
3.Marasmus-Kwashiorkor Memperlihatkan gejala campuran antara marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan energi untuk pertumbuhan normal. Pada penderita berat badan dibawah 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit serta kelainan biokimia.
Prinsip umum pencegahan gizi buruk:
1.Penyiapan kesehatan dan status gizi ibu hamil dilakukan sejak masa remaja dan selanjutnya saat usia subur.
2.Ibu hamil mendapat pelayanan antenatal care (ANC) terpadu berkualitas sesuai standar, penerapan standar pelayanan minimal, deteksi dini dan penanganan adekuat, pola hidup sehat dan gizi seimbang termasuk konseling.
3.Peningkatan status gizi dan kesehatan, tumbuh kembang serta kelangsungan hidup anak melalui strategi Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) yang dilakukan dengan praktik “Standar Emas Makanan Bayi dan Anak”, Inisiasi Menyusu Dini (IMD) ASI Eksklusif (0-6 Bulan) Pemberian MP ASI mulai usia 6 bulan Pemberian ASI diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih Selain itu, dilanjutkan dengan pemberian makan anak usia 24–59 bulan yang bergizi seimbang untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi tumbuh dan kembang anak.
4.Penapisan massal untuk menemukan hambatan pertumbuhan dan perkembangan pada balita di tingkat masyarakat, dilakukan secara berkala melalui bulan penimbangan dengan target cakupan penapisan 100%. Bila ditemukan adanya masalah pertumbuhan seperti kenaikan BB tidak memadai, maka balita perlu dirujuk ke tenaga kesehatan.
5.Perhatian khusus diberikan kepada bayi dan balita dengan faktor risiko akan mengalami kekurangan gizi, misalnya: Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan kurang energi kronis (KEK) dan/ atau ibu usia remaja, bayi yang lahir prematur, bayi berat lahir rendah (BBLR), kembar, lahir dengan kelainan bawaan.
6.Dukungan program terkait Dukungan program terkait diperlukan dalam upaya pemenuhan total cakupan pelayanan, menghindarkan bayi/ balita dari berbagai risiko kesehatan, konseling pemberian makan sesuai umur dan penanganan balita sakit secara komprehensif, serta advokasi dan komunikasi perubahan perilaku melalui komunikasi antar pribadi/ komunikasi interpersonal menuju pola hidup bersih dan sehat.
7.Dukungan lintas sektor Dukungan lintas sektor seperti dalam pemenuhan kebutuhan air bersih dan /atau pengadaan jamban keluarga, serta lingkungan sehat dalam upaya pencegahan penyakit infeksi berulang seperti diare yang dapat mengakibatkan gizi buruk pada balita.
Referensi:
https://gizikia.kemkes.go.id/assets/file/pedoman/tatalaksana-gibur.pdf
http://repository.unimus.ac.id/1988/3/BAB%20II.pdf