Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
dr.Nanda | 26 Sept 2025

Pendahuluan
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan salah satu masalah kesehatan paru yang bersifat kronis, progresif, dan tidak sepenuhnya reversibel. Penyakit ini ditandai dengan hambatan aliran udara akibat perubahan struktural dan inflamasi pada saluran pernapasan maupun jaringan paru. PPOK menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia, menempati peringkat ketiga penyebab kematian global menurut WHO.
Di Indonesia, PPOK cukup sering dijumpai terutama pada perokok aktif maupun pasif, serta mereka yang terpapar asap biomassa di pedesaan. Karena sifatnya kronis, PPOK dapat menurunkan kualitas hidup pasien secara signifikan, menimbulkan beban ekonomi, dan meningkatkan risiko rawat inap akibat eksaserbasi berulang.
Faktor Risiko
Faktor risiko PPOK meliputi:
🚬 Merokok → faktor risiko utama, baik perokok aktif maupun paparan asap rokok dari orang lain (perokok pasif).
🏭 Polusi udara → paparan jangka panjang terhadap polusi kendaraan, industri, atau lingkungan perkotaan.
🔥 Asap biomassa → penggunaan kayu bakar, arang, atau kompor tradisional tanpa ventilasi memadai.
💼 Paparan pekerjaan → paparan debu organik/anorganik, logam berat, asap kimia, atau gas berbahaya.
🧬 Faktor genetik → defisiensi alfa-1 antitripsin, meskipun jarang, dapat meningkatkan risiko PPOK pada usia muda.
🦠 Infeksi saluran napas berulang sejak masa kanak-kanak → dapat mengganggu perkembangan paru dan meningkatkan kerentanan.
Patofisiologi PPOK
Patogenesis PPOK kompleks dan melibatkan interaksi antara inflamasi kronis, stres oksidatif, dan ketidakseimbangan protease-antiprotease.
-Paparan zat berbahaya (seperti asap rokok, polusi, asap biomassa) mengiritasi epitel jalan napas.
-Aktivasi sel inflamasi → sel epitel paru, makrofag, dan neutrofil melepaskan mediator inflamasi (IL-8, TNF-α, leukotrien) yang menyebabkan peradangan kronik.
-Stres oksidatif akibat asap rokok dan inflamasi → memperparah kerusakan jaringan serta menurunkan aktivitas antioksidan endogen.
-Ketidakseimbangan protease-antiprotease → peningkatan aktivitas protease (misalnya elastase neutrofil, metalloproteinase) menyebabkan kerusakan elastin alveolus. Defisiensi alfa-1 antitripsin memperburuk kondisi ini.
-Perubahan struktural saluran napas kecil → fibrosis, hipertrofi otot polos, peningkatan kelenjar mukus, sehingga terjadi penyempitan jalan napas.
-Emfisema → destruksi alveolus dan penurunan elastisitas paru menyebabkan hiperinflasi dan gangguan pertukaran gas.
-Bronkitis kronis → ditandai dengan batuk berdahak ≥3 bulan dalam setahun, selama 2 tahun berturut-turut akibat hipersekresi mukus.
-Gabungan emfisema dan bronkitis kronis inilah yang menghasilkan gambaran khas PPOK: hambatan aliran udara yang progresif, hiperinflasi paru, hipoksemia, hingga gagal napas kronis.
Gambaran Klinis
Gejala PPOK sering berkembang perlahan sehingga banyak pasien terlambat menyadarinya. Gejala utama meliputi:
-Batuk kronis, biasanya produktif dengan dahak putih atau kuning.
-Sesak napas progresif, makin berat saat aktivitas fisik.
-Mengi atau rasa berat di dada.
-Eksaserbasi akut → periode perburukan gejala mendadak, biasanya dipicu infeksi virus/bakteri.
Pada pemeriksaan, dapat dijumpai napas memanjang, bunyi ronki atau wheezing, serta tanda hiperinflasi dada. Pada tahap lanjut, pasien dapat mengalami hipoksemia kronis, sianosis, hingga cor pulmonale.
Diagnosis
-Anamnesis & pemeriksaan fisik → riwayat merokok, batuk kronis, sesak progresif.
-Spirometri → pemeriksaan utama, menunjukkan rasio FEV1/FVC < 0,70 setelah bronkodilator.
-Foto toraks → dapat menunjukkan hiperinflasi, diafragma mendatar, jantung tampak mengecil.
-CT scan toraks → membantu melihat distribusi emfisema.
Penatalaksanaan
🚭 Berhenti merokok → terapi utama yang paling efektif menghentikan progresivitas.
💊 Bronkodilator inhalasi (beta-2 agonis, antikolinergik) untuk melegakan napas.
💨 Kortikosteroid inhalasi (pada PPOK dengan eksaserbasi berulang).
💉 Vaksinasi (influenza & pneumokokus) untuk mencegah infeksi.
🏃 Rehabilitasi paru & olahraga teratur → meningkatkan kapasitas fungsional.
💊 Oksigen jangka panjang (pada pasien dengan hipoksemia kronis).
Pencegahan & Edukasi
Hindari merokok dan paparan asap rokok.
Gunakan ventilasi yang baik di dapur untuk mengurangi paparan asap biomassa.
Gunakan pelindung diri (masker, respirator) pada pekerja dengan paparan debu atau asap kimia.
Rutin kontrol ke fasilitas kesehatan bagi pasien dengan riwayat PPOK untuk memantau fungsi paru.
Kesimpulan
PPOK adalah penyakit kronis, progresif, dan tidak dapat sepenuhnya sembuh. Namun, dengan deteksi dini, modifikasi gaya hidup (terutama berhenti merokok), serta terapi farmakologis dan non-farmakologis yang tepat, kualitas hidup pasien dapat dipertahankan dan risiko komplikasi dapat diminimalkan.
Referensi Jurnal
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of COPD. 2023 Report.
Barnes PJ. Cellular and molecular mechanisms of chronic obstructive pulmonary disease. Clin Chest Med. 2014;35(1):71-86.
Vogelmeier CF, et al. Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive lung disease 2017 report. Am J Respir Crit Care Med. 2017;195(5):557–582.
Rabe KF, Watz H. Chronic obstructive pulmonary disease. Lancet. 2017;389(10082):1931–1940.