top of page

Mengenal Penyebab Stunting

dr. Fifin | 22 Desember 2024

Mengenal Penyebab Stunting

Stunting adalah kondisi tinggi badan seseorang yang kurang dari normal berdasarkan usia dan jenis kelamin. Tinggi badan merupakan salah satu jenis pemeriksaan antropometri dan menunjukkan status gizi seseorang. Adanya stunting menunjukkan status gizi yang kurang (malnutrisi) dalam jangka waktu yang lama (kronis)

Stunting merupakan salah satu permasalahan gizi utama pada balita di Indonesia yang belum teratasi. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan prevalensi balita dengan status pendek dan sangat pendek di Indonesia adalah 37,2% pada tahun 2013, dan menurun menjadi 30,8% pada tahun 2018. Sedangkan untuk baduta, prevalensi pada tahun 2018 sebesar 29,9% yang mengalami penurunan dari 32.8% pada tahun 1.2013. Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 di 34 provinsi menunjukkan angka stunting nasional turun dari 27,7% tahun 2019 menjadi 24.4% di tahun 2021

Penyebab Stunting
1. Faktor Genetik
Banyak penelitian menyimpulkan bahwa tinggi badan orang tua sangat mempengaruhi kejadian stunting pada anak. Tinggi badan orang tua sendiri sebenarnya juga dipengaruhi banyak faktor yaitu faktor internal seperti faktor genetik dan faktor eksternal seperti faktor penyakit dan asupan gizi sejak usia dini. Faktor genetic adalah faktor yang tidak dapat diubah sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang dapat diubah. Hal ini berarti jika ayah pendek karena gen-gen yang ada pada kromosomnya memang membawa sifat pendek dan gen-gen ini diwariskan pada keturunannya, maka stunting yang timbul pada anak atau keturunannya sulit untuk ditanggulangi. Tetapi bila ayah pendek karena factor penyakit atau asupan gizi yang kurang sejak dini, seharusnya tidak akan mempengaruhi tinggi badan anaknya. Anak tetap dapat memiliki tinggi badan normal asalkan tidak terpapar oleh faktor-faktor risiko yang lain.

2. Status ekonomi
Status ekonomi kurang dapat diartikan daya beli juga rendah sehingga kemampuan membeli bahan makanan yang baik juga rendah. Kualitas dan kuantitas makanan yang kurang menyebabkan kebutuhan zat gizi anak tidak terpenuhi, padahal anak memerlukan zat gizi yang lengkap untuk pertumbuhan dan perkembangannya. pada fase 1000 hari pertama kehidupan tidak adekuat nutrisinya, berbagai masalah kesehatan dapat muncul dari usia bayi hingga tua nanti.
Pada kelompok status ekonomi cukup dimana pengasuhan anak dilakukan sendiri oleh ibu juga ditemukan masalah yaitu nafsu makan anak yang kurang. Anak tidak mau makan sayur atau buah-buahan. Orang tua tidak mau memaksa karena jika dipaksa anak akan menangis. Kurangnya konsumsi sayur dan buah akan menimbulkan defisiensi mikronutrien yang bisa menyebabkan gangguan pertumbuhan. Pada kelompok status ekonomi kurang maupun status ekonomi cukup masih banyak dijumpai ibu yang memiliki pengetahuan rendah di bidang gizi.

3. Jarak Kelahiran
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa jarak kelahiran dekat (< 2 th) merupakan factor risiko stunting pada anak 1-2 th. Anak yang memiliki jarak atau selisih umur dengan saudaranya<2 th mempunyai risiko menjadi stunting 10,5 kali dibanding anak yang memiliki jarak ≥2 th atau anak tunggal.
Jarak kelahiran mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anaknya. Jarak kelahiran dekat membuat orang tua cenderung lebih kerepotan sehinga kurang optimal dalam merawat anak.

4. Riwayat BBLR
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara riwayat BBLR dengan kejadian stunting pada anak 1-2 th Ada riwayat BBLR merupakan factor risiko stunting pada anak 1-2 th.
Berat badan lahir rendah menandakan janin mengalami malnutrisi di dalam kandungan sedangkan underweight menandakan kondisi malnutrisi yang akut. Stunting sendiri terutama disebabkan oleh malnutrisi yang lama. Bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari normal (<2500 gr) mungkin masih memiliki panjang badan normal pada waktu dilahirkan. Stunting baru akan terjadi beberapa bulan kemudian, walaupun hal ini sering tidak disadari oleh orangtua

5. Anemia pada Ibu
Ibu hamil dengan anemia memiliki resiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan berat di bawah normal dikarenakan anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada metabolism ibu sehingga dapat terjadi proses kelahiran imatur (bayi prematur). Pengaruh metabolisme yang tidak optimal juga terjadi pada bayi karena kekurangan kadar hemoglobin untuk mengikat oksigen, sehingga kecukupan asupan gizi selama di dalam kandungan kurang dan bayi lahir dengan berat di bawah normal. Beberapa hal di atas juga dapat mengakibatkan efek fatal, yaitu kematian pada ibu saat proses persalinan atau kematian neonatal.

6. Hygiene dan sanitasi lingkungan
Sebuah meta analisis yang dilakukan pada 71 penelitian menyatakan bahwa faktor kebersihan dan Kesehatan lingkungan berpengaruh terhadap kejadian stunting. Penggunaan bahan bakar padat dan mikotoksin bawaan makanan sebagai factor risiko lingkungan yang berpotensi memiliki efek langsung pada pertumbuhan anak.

7. Defisiensi Zat Gizi
Asupan zat gizi yang menjadi faktor risiko terjadinya stunting dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu asupan gizi makro atau makronutrien dan asupan zat gizi mikro atau mikronutrien. Berdasarkan hasil-hasil penelitian, asupan zat gizi makro yang paling mempengaruhi terjadinya stunting adalah asupan protein, sedangkan asupan zat gizi mikro yang paling mempengaruhi kejadian stunting adalah asupan kalsium, seng, dan zat besi.

Dampak Stunting pada Anak;
1. Mudah sakit
2. Kemampuan kognitif berkurang
3. Saat tua beresiko terkena penyakit berhubungan dengan pola makan
4. Fungsi-fungsi tubuh tidak seimbang
5. Postur tubuh tidak maksimal saat dewasa


Referensi;
https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/Buku_Saku_Stunting_Desa.pdf
http://repo.unand.ac.id/46382/2/KENALI%20STUNTING%20DAN%20CEGAH.pdf
file:///C:/Users/PC%20A28/Downloads/17170399196657f32ff04cf3.76189362.pdf
file:///C:/Users/PC%20A28/Downloads/170009660765556a5fd08ea8.07048432.pdf

bottom of page