Kenapa Napas Bisa Bau Meski Sudah Gosok Gigi?
drg. Refina | 07 Oktober 2025

Napas bau atau halitosis merupakan masalah umum yang kerap dialami meskipun seseorang rajin menyikat gigi. Halitosis terdiri dari patologis dan semu. Halitosis semu merupakan bagian dari halitosis psikogenik, dimana didefinisikan sebagai bau tak sedap yang tampak dan tidak dirasakan oleh orang lain, meskipun pasien terus-menerus mengeluh. Sedangkan paotologis berdasarkan literatur ilmiah adalah sebagai berikut :
1. Sumber bau berada di tempat yang tidak tersentuh sikat gigi
Asal halitosis pada 90% pasien adalah rongga mulut; 9% sumber halitosis pasien adalah alasan non-oral seperti sistem pernapasan, sistem gastrointestinal, atau sistem kemih. Pada 1% pasien, penyebab halitosis adalah diet atau obat-obatan.
Lokasi utama penghasil bau adalah permukaan lidah (tongue coating), celah-gelombang lidah bagian belakang, dan kantung periodontal (gusi) yang dalam.
Karena sikat gigi konvensional umumnya hanya membersihkan permukaan gigi, bakteri penyebab bau di lidah dan dalam kantong gusi bisa tetap tinggal.
2. Bakteri gram‑negatif menghasilkan senyawa bau
Bakteri anaerob (terutama gram‑negatif) dalam mulut memecah protein (asam amino) dan menghasilkan gas volatil yang berbau seperti sulfur, seperti hidrogen sulfida (H₂S), metil merkaptan, dan senyawa sulfur lainnya (VSC, volatile sulfur compounds). Semakin banyak plak, sisa makanan, atau jaringan nekrotik (mati) di area mulut, semakin banyak senyawa berbau dihasilkan.
3. Penyakit gusi (periodontitis) memperparah bau
Gusi yang meradang dan kantong gusi yang dalam menjadi tempat bagi pertumbuhan bakteri penyebab bau yang sulit dijangkau dengan sikat gigi saja.
4. Lidah “berlapis” (coated tongue)
Penumpukan sel mati, bakteri, dan sisa makanan di permukaan lidah menciptakan “lapisan” yang mendukung aktivitas bakteri penghasil bau.
5. Kebersihan mulut belum menyeluruh
Hanya menyikat gigi saja tidak cukup. Lesi karies dalam yang tidak dirawat juga menciptakan area retensi untuk sisa makanan dan plak bakteri gigi dan dapat menyebabkan halitosis.
6. Mulut kering (xerostomia)
Pengurangan aliran saliva dapat dipengaruhi oleh banyak alasan seperti obat-obatan (misalnya, antidepresan, antipsikotik, diuretik, dan antihipertensi), penyakit kelenjar saliva (misalnya, diabetes, sindrom Sjorgen), kemoterapi, atau radioterapi. Air liur memiliki fungsi membersihkan, melarutkan sisa makanan, dan menetralisasi senyawa bau. Jika produksi air liur berkurang (misalnya akibat obat, bernapas lewat mulut, dehidrasi), maka bakteri dan senyawa bau lebih mudah bertahan.
7. Sumber bau di luar mulut (kasus minor)
Meskipun lebih jarang (10–20 % kasus halitosis), halitosis bisa juga disebabkan oleh kondisi medis ekstraoral seperti gangguan saluran pernapasan bagian atas, sinusitis, penyakit lambung atau gangguan sistemik lain.
Penyebab ekstrinsik meliputi tembakau, alkohol, dan makanan tertentu, seperti bawang bombai, bawang putih, dan rempah-rempah tertentu. Namun, jika setelah evaluasi mulut tidak ditemukan penyebab jelas, maka pemeriksaan medis lebih lanjut disarankan.
Kesimpulan & Saran Singkat
Menyikat gigi saja seringkali tidak cukup untuk menghilangkan napas bau karena:
- Banyak sumber bau berada di lidah dan kantong gusi yang sulit dijangkau
- Bakteri penghasil gas bau masih bisa aktif di area tersembunyi
- Kondisi mulut seperti mulut kering, atau adanya penyakit periodontal memperparah kondisi
Untuk mengatasinya:
Karena sekitar 90% kasus halitosis berasal dari rongga mulut, teknik penanganan halitosis primer harus bertujuan untuk mengurangi biofilm bakteri yang terdapat di berbagai area rongga mulut, baik melalui metode pengendalian biofilm yang dilakukan sendiri maupun yang diberikan oleh tenaga profesional. Oleh karena itu, pendekatan perawatan awal harus mencakup pengendalian patologi rongga mulut (terutama penyakit periodontal) dan tindakan kebersihan mulut yang efisien dan dilakukan sendiri dengan menggunakan sikat gigi berbulu lembut dua kali sehari dan pembersihan interdental setiap hari termasuk tindakan pembersihan lidah bila diindikasikan.
Lidah dapat dibersihkan dengan sikat gigi, tetapi sebaiknya dengan pembersih lidah, dengan menjangkau sejauh mungkin ke belakang karena bagian posterior lidah memiliki lapisan paling banyak. Pembersihan lidah harus diulang hingga hampir tidak ada lapisan yang dapat dihilangkan. Pembersihan ini harus dilakukan dengan lembut untuk mencegah kerusakan jaringan lunak. Pastikan hidrasi cukup agar mulut tidak kering. Jika bau tetap ada, periksakan ke dokter gigi agar dilakukan pembersihan profesional dan evaluasi kantong periodontal
Sumber :
1. Aylıkcı BU, Colak H. Halitosis: From diagnosis to management. J Nat Sci Biol Med. 2013 Jan;4(1):14-23. doi: 10.4103/0976-9668.107255.
2. Renvert S, Noack MJ, Lequart C, Roldán S, Laine ML. The Underestimated Problem of Intra-Oral Halitosis in Dental Practice: An Expert Consensus Review. Clin Cosmet Investig Dent. 2020 Jul 3;12:251-262.
3. Pratibha, P. K., & Bhat, G. S. (2006). Oral malodor: A review of the literature. Journal of Dental Hygiene, 80(3), 8.
4. Memon, M. A., Memon, H. A., Muhammad, F. E., Fahad, S., Siddiqui, A., Lee, K. Y., Tahir, M. J., & Yousaf, Z. (2022). Aetiology and associations of halitosis: A systematic review. Oral Diseases, 29(4), 1432–1438.