top of page

Apendisitis (Radang Usus Buntu)

dr. Nanda | 13 November 2025

Apendisitis (Radang Usus Buntu)

Apa itu Apendisitis?
Apendisitis adalah peradangan akut pada vermiform appendix (usus buntu). Presentasinya berkisar dari nyeri perut ringan hingga infeksi berat yang mengancam jiwa bila terjadi perforasi dan peritonitis. Diagnosis dini dan tatalaksana tepat penting untuk mencegah komplikasi.

Anatomi
Apendiks adalah struktur berbentuk kantung kecil yang menempel pada caecum (ujung usus besar), biasanya di kuadran kanan bawah abdomen. Panjangnya bervariasi (sekitar 6–9 cm rata-rata). Posisi apendiks (retrocekal, subcekal, preileal, dll.) mempengaruhi pola nyeri dan temuan klinis.

Epidemiologi
Apendisitis akut merupakan salah satu penyebab utama nyeri abdomen akut dan salah satu indikasi operasi darurat tersering di dunia. Insiden puncak pada usia remaja hingga dewasa muda, tetapi dapat terjadi pada semua kelompok usia.

Patofisiologi — mekanisme langkah demi langkah
Patofisiologi apendisitis tradisional dan model yang lebih modern dapat diringkas menjadi beberapa tahap yang saling berkaitan:
Obstruksi lumen apendiks (pemicu awal pada banyak kasus
Penyebab obstruksi: faecalith (fekalit keras), pembesaran jaringan limfoid (mis. setelah infeksi viral), benda asing, parasit (jarang), atau tumor. Obstruksi ini adalah pemicu paling sering yang memulai rangkaian peradangan.
Akumulasi sekret & peningkatan tekanan intralumen
Setelah obstruksi, mukosa tetap mensekresikan cairan → lumen terisi → tekanan intra-apendiks meningkat. Peningkatan tekanan menyebabkan gangguan aliran balik vena → kongesti dan edema dinding. Tekanan terus naik menekan suplai arteri lokal → menurunnya perfusi.
Iskemia dinding & kerusakan mukosa
Hipoksia lokal memicu kerusakan mukosa, menurunkan barrier mukosa → permeabilitas meningkat → bakteri luminal (enterik) menembus dinding → peradangan transmurak (melibatkan seluruh tebal dinding). Bakteri umum: E. coli, Bacteroides spp., dan flora enterik lainnya.
Peradangan, nekrosis, dan kemungkinan perforasi
Jika proses berlanjut, dinding apendiks mengalami nekrosis dan akhirnya dapat mengalami perforasi → kebocoran isi usus ke rongga peritoneum → peritonitis umum atau abses lokal (tergantung apakah proses terbatas oleh omentum/adjacent bowel). Kecepatan progresi bervariasi antar individu.
Varian klinis dan hipotesis imunologis
Beberapa model modern menekankan peran respons imun lokal, mikrobiome, dan faktor genetik/lingkungan yang dapat menyebabkan bentuk penyakit yang lebih “komunikatif” atau malah lebih kronis/rekuren. Ada pula hipotesis bahwa beberapa kasus non-obstruktif disebabkan oleh primary mucosal infection atau dysbiosis.

-Gambaran klinis
Nyeri abdomen: sering dimulai di daerah peri-umbilikal/epigastrium lalu migrasi ke kuadran kanan bawah (McBurney point). Namun pola klasik tidak selalu ada (anak, orang tua, kehamilan).

Gejala penyerta: mual, muntah, anoreksia, demam ringan, konstipasi atau diare ringan. Nyeri bertambah ketika bergerak, batuk, atau saat palpasi.

Pemeriksaan fisik: nyeri tekan di kuadran kanan bawah, tanda peritoneal lokal (rebound, guarding) bila sudah iritasi peritoneum; tanda spesifik lain (Rovsing, psoas, obturator) dapat membantu lokal.



Diagnosis — langkah pemeriksaan
Pendekatan diagnosis mengombinasikan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pencitraan.
Laboratorium
Leukositosis sering terjadi (neutrofil dominan) dan peningkatan CRP dapat membantu menilai peradangan, tetapi nilai normal tidak sepenuhnya menyingkirkan apendisitis.

Pencitraan
US abdomen (terutama untuk anak & kehamilan): berguna sebagai pemeriksaan awal — non-invasif, tanpa radiasi; sensitivitas dan spesifisitas operator-dependen.
CT abdomen (dengan/tdk kontras): gold-standard di banyak pusat dewasa karena akurasi tinggi untuk membedakan apendisitis tak rumit vs komplkasi (perforasi/absees). Dipakai bila diagnosis klinis tidak pasti.
MRI: alternatif pada kehamilan atau bila radiasi ingin dihindari, terutama di pusat rujukan.

Skor klinis
Skor seperti Alvarado, AIR (Appendicitis Inflammatory Response) sering digunakan untuk triase — membantu menilai probabilitas penyakit dan kebutuhan pencitraan. Pedoman menyarankan kombinasi klinik + pencitraan bila ragu.


Penatalaksanaan
Tatalaksana tergantung pada apakah apendisitis dikategorikan sebagai tidak rumit (uncomplicated) atau rumit (complicated—perforasi/abses/peritonitis).
1. Penatalaksanaan bedah (appendektomi)
Appendektomi laparoskopi adalah metode yang umum dipilih (pemulihan cepat, nyeri pasca operasi lebih sedikit) tetapi pendekatan terbuka masih relevan pada kondisi tertentu. Tindakan bedah tetap merupakan terapi definitif untuk sebagian besar apendisitis akut, terutama yang rumit.
2. Manajemen non-operatif (antibiotik) untuk kasus tidak rumit
Dalam dekade terakhir, beberapa RCT dan meta-analisis menunjukkan bahwa antibiotik IV → oral dapat menjadi alternatif pada apendisitis tidak rumit — memberikan resolusi awal pada banyak pasien tanpa operasi, tetapi dengan risiko kegagalan pengobatan awal dan kemungkinan kekambuhan di masa depan. Bukti memunculkan pilihan shared decision-making (pilih bersama pasien) terutama bila bedah berisiko tinggi atau pasien ingin menghindari operasi.
Penting: terapi antibiotik tidak dianjurkan bila ada bukti perforasi, abses besar yang memerlukan drainase, atau peritonitis umum. Pedoman WSES merinci seleksi pasien dan pengawasan jika memilih pendekatan non-operatif.
3. Manajemen komplikasi
Perforasi dengan abses lokal: bisa memerlukan drainase perkutaneus + antibiotik sebelum appendektomi tertunda (interval appendectomy) bergantung pada situasi klinis.

Peritonitis umum / sepsis: penatalaksanaan bedah emergensi + resusitasi (cairan, antibiotik spektrum luas) dan perawatan kritis sesuai kebutuhan.



Bukti terkini & catatan tentang antibiotik vs operasi
Beberapa studi RCT besar dan meta-analisis menunjukkan bahwa terapi antibiotik dapat menyembuhkan banyak kasus apendisitis tidak rumit dalam jangka pendek, tetapi appendektomi menghasilkan tingkat “keberhasilan definitif” lebih tinggi dan angka kekambuhan lebih rendah. Oleh karena itu, pilihan terapi harus mempertimbangkan preferensi pasien, ketersediaan fasilitas, kondisi komorbid, dan risiko anestesi/bedah. Pedoman seperti WSES (2020) mengakui peran terapi non-operatif pada pasien terpilih namun tetap merekomendasikan operasi sebagai pendekatan definitif di banyak situasi.



Komplikasi potensial
Perforasi → peritonitis umum
Abses intra-abdomen
Sepsis
Ileus, fistula usus (jarang), komplikasi pasca-operasi (infeksi luka, hernia)
Mortalitas meningkat jika diagnosis terlambat dan terjadi peritonitis/sepsis, terutama pada lansia atau pasien imunokompromis.

Prognosis
Dengan diagnosis dan penatalaksanaan tepat waktu, prognosis umumnya baik. Pasien yang menjalani appendektomi biasanya pulih penuh; rawat jalan lebih cepat pada laparoskopi. Risiko kekambuhan pada pasien yang diobati konservatif berkisar dan tergantung studi—beberapa pasien memerlukan appendektomi di kemudian hari.



🩺 Pencegahan Apendisitis (Radang Usus Buntu)
Hingga saat ini, tidak ada cara spesifik yang terbukti sepenuhnya dapat mencegah apendisitis. Namun, sejumlah penelitian dan pengamatan epidemiologis menunjukkan bahwa gaya hidup dan pola makan tertentu dapat menurunkan risiko terjadinya obstruksi lumen apendiks — faktor utama penyebab apendisitis.
Berikut langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan:

🥦 1. Konsumsi Makanan Tinggi Serat
Diet tinggi serat (buah, sayuran hijau, biji-bijian utuh, kacang-kacangan) membantu memperlancar pencernaan dan mencegah sembelit.
Serat mempercepat transit usus dan menurunkan risiko terbentuknya fekalit (massa keras feses) yang dapat menyumbat lumen apendiks.
Studi menunjukkan bahwa negara dengan konsumsi serat tinggi memiliki angka apendisitis yang lebih rendah.
👉 Sumber: Burkitt DP, “Epidemiology of appendicitis,” BMJ, 1971.


🚰 2. Cukupi Asupan Cairan
Air membantu menjaga kelembutan feses dan mencegah konstipasi.
Hindari kebiasaan menahan buang air besar, karena dapat memperkeras feses dan meningkatkan tekanan intrausus.

🚶‍♀️ 3. Aktivitas Fisik Teratur
Aktivitas fisik membantu menjaga fungsi peristaltik usus agar tetap normal.
Gaya hidup sedentari (kurang gerak) berhubungan dengan meningkatnya risiko konstipasi kronik, yang secara tidak langsung bisa memicu gangguan saluran pencernaan termasuk apendisitis.

🚫 4. Hindari Infeksi Saluran Cerna Berulang
Beberapa kasus apendisitis diawali oleh hiperplasia jaringan limfoid akibat infeksi saluran cerna atau pernapasan berulang.
Menjaga kebersihan makanan dan tangan, serta menghindari konsumsi makanan yang terkontaminasi, dapat mengurangi risiko infeksi enterik.

🧫 5. Menjaga Keseimbangan Mikrobiota Usus
Mikrobiota usus berperan penting dalam sistem imun mukosa, termasuk pada apendiks.
Pola makan sehat, probiotik (yoghurt, kefir, tempe, kimchi), dan menghindari antibiotik berlebihan dapat menjaga keseimbangan flora usus.
Ketidakseimbangan mikrobiota (disbiosis) dikaitkan dengan peningkatan risiko peradangan gastrointestinal, termasuk apendisitis.
👉 Sumber: Zhong D. et al., “Microbiota dysbiosis in appendicitis,” Frontiers in Microbiology, 2022.


🧍‍♀️ 6. Evaluasi Bila Ada Gejala Mencurigakan
Nyeri perut kanan bawah yang menetap, disertai mual atau demam ringan, perlu segera diperiksa oleh dokter.
Deteksi dini dan penanganan cepat dapat mencegah progresi ke perforasi atau peritonitis.



Referensi
StatPearls. Appendicitis. S. Lotfollahzadeh et al., NCBI Bookshelf (updated 2024). NCBI
Di Saverio S, et al. Diagnosis and treatment of acute appendicitis: 2020 update of the WSES Jerusalem guidelines. World J Emergency Surgery 2020. BioMed Central
Reismann M, et al. A concise pathophysiological model of acute appendicitis. Frontiers in Pediatrics (2022). Frontiers
NICE Clinical Knowledge Summary: Managing suspected appendicitis. (NICE CKS). Clinical Knowledge Summaries
Laos EGM, et al. Challenges in management of acute appendicitis (narrative review, 2024). ScienceDirect
Recent RCTs & meta-analyses on antibiotics vs appendectomy (pilih studi tertentu sesuai kebutuhan rujukan lebih mendalam — beberapa review dan meta-analisis besar diterbitkan 2023–2025

  • Grey Facebook Icon
  • Grey Twitter Icon

Klinik Satriabudi Dharma Medika © 2023

Thanks for submitting!

bottom of page