🩺 ANGIOEDEMA: KLASIFIKASI, PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN PENATALAKSANAAN
dr. Nanda | 31 Oktober 2025

1. Definisi
Angioedema adalah pembengkakan mendadak dan sementara pada lapisan kulit bagian bawah (dermis dan jaringan subkutan) atau pada mukosa, yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler. Kondisi ini dapat terjadi sendiri atau bersamaan dengan urtikaria (biduran). Bila mengenai area saluran napas atas seperti lidah dan laring, angioedema dapat menyebabkan obstruksi jalan napas yang berpotensi mengancam nyawa.
2. Epidemiologi
Angioedema dapat muncul pada semua kelompok usia, termasuk anak-anak. Sekitar 15–25% populasi akan mengalami setidaknya satu episode urtikaria atau angioedema selama hidupnya.
Sebagian besar kasus bersifat ringan dan akut, namun pada sebagian kecil pasien, angioedema dapat bersifat kronik atau berulang.
Obat-obatan, terutama golongan ACE inhibitor, menjadi penyebab penting pada orang dewasa, sedangkan pada anak-anak penyebab tersering adalah infeksi virus.
3. Klasifikasi
Berdasarkan mekanisme yang mendasarinya, angioedema dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu angioedema yang dimediasi oleh histamin dan angioedema yang dimediasi oleh bradikinin.
Angioedema yang dimediasi oleh histamin biasanya berhubungan dengan reaksi alergi, seperti alergi makanan, obat, gigitan serangga, atau anafilaksis. Reaksi ini melibatkan aktivasi sel mast dan basofil yang melepaskan histamin dan mediator inflamasi lain, sehingga menimbulkan pembengkakan yang cepat dan biasanya disertai urtikaria.
Sebaliknya, angioedema yang dimediasi oleh bradikinin tidak berhubungan dengan histamin atau reaksi alergi. Jenis ini terjadi pada angioedema herediter (hereditary angioedema/HAE) atau akibat penggunaan obat ACE inhibitor. Pembengkakan muncul lebih lambat, tidak disertai gatal, dan tidak respon terhadap antihistamin maupun steroid.
4. Patofisiologi
Pada angioedema histaminik, paparan alergen menyebabkan aktivasi sel mast melalui ikatan IgE dengan reseptor permukaan (FcεRI). Aktivasi ini menimbulkan degranulasi sel mast dan pelepasan mediator seperti histamin, prostaglandin, dan leukotrien. Mediator tersebut menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler, sehingga cairan plasma keluar ke jaringan sekitar dan menimbulkan edema lokal.
Sedangkan pada angioedema bradikininik, mekanisme utamanya adalah peningkatan kadar bradikinin akibat gangguan sistem kallikrein-kinin. Pada HAE, terdapat defisiensi atau disfungsi C1 esterase inhibitor (C1-INH), sehingga sistem tersebut menjadi tidak terkontrol. Hal serupa juga dapat terjadi akibat penggunaan ACE inhibitor, karena enzim ACE normalnya berperan memecah bradikinin. Akibat peningkatan bradikinin, terjadi pelebaran pembuluh darah dan peningkatan permeabilitas tanpa keterlibatan histamin.
5. Manifestasi Klinis
Secara klinis, angioedema ditandai dengan pembengkakan mendadak, asimetris, tanpa gatal, dan tidak meninggalkan cekungan saat ditekan (non-pitting). Lokasi yang sering terkena antara lain kelopak mata, bibir, pipi, tangan, kaki, genital, dan saluran cerna.
Jika mengenai saluran cerna, pasien dapat mengeluh nyeri perut, mual, muntah, atau diare.
Apabila mengenai saluran napas atas, dapat terjadi suara serak, kesulitan berbicara, stridor, atau sesak napas berat akibat edema laring — kondisi ini merupakan kedaruratan medis.
Sebagian besar episode berlangsung 24–72 jam dan menghilang tanpa bekas. Namun, pada angioedema herediter, episode dapat berlangsung lebih lama dan berulang.
6. Diagnosis
Diagnosis angioedema umumnya ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penting untuk menentukan apakah angioedema terjadi bersamaan dengan urtikaria atau tidak, serta mencari kemungkinan pemicu seperti makanan, obat-obatan, infeksi, atau stres.
Pada kasus akut dengan riwayat yang jelas, pemeriksaan tambahan biasanya tidak diperlukan. Namun, bila angioedema bersifat berulang, kronik, atau tidak disertai urtikaria, pemeriksaan laboratorium dapat membantu, antara lain:
Pemeriksaan C4 serum, yang biasanya menurun pada HAE.
Pemeriksaan C1 esterase inhibitor (C1-INH) baik kadar maupun fungsinya, untuk membedakan HAE tipe I (defisiensi) dan tipe II (disfungsi).
Pemeriksaan C1q, yang menurun pada angioedema yang diperoleh (acquired angioedema).
Tes alergi dapat dilakukan bila dicurigai penyebab alergi makanan atau obat.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan angioedema bergantung pada penyebab dan mekanismenya.
Pada angioedema yang dimediasi oleh histamin, terapi utama meliputi:
Antihistamin generasi kedua seperti cetirizine, loratadine, atau fexofenadine.
Kortikosteroid sistemik (misalnya metilprednisolon) pada kasus sedang hingga berat.
Epinefrin intramuskular (0,3–0,5 mg IM) bila disertai anafilaksis atau edema laring.
Pada angioedema yang dimediasi oleh bradikinin, terapi di atas tidak efektif.
Pilihan terapi meliputi:
Konsentrat C1-INH (baik plasma-derived maupun recombinant).
Icatibant, antagonis reseptor bradikinin B2.
Ecallantide, penghambat kallikrein plasma.
Fresh frozen plasma (FFP) dapat digunakan bila terapi spesifik tidak tersedia.
Selain itu, penghentian obat ACE inhibitor harus segera dilakukan bila menjadi penyebab.
Penatalaksanaan suportif meliputi:
Menjaga jalan napas (airway management) terutama bila terdapat edema laring.
Oksigenasi dan observasi ketat minimal 24 jam pada kasus dengan risiko obstruksi jalan napas.
Edukasi pasien tentang tanda bahaya dan pentingnya mencari pertolongan segera bila gejala kambuh.
8. Pencegahan dan Edukasi
Pencegahan difokuskan pada penghindaran pemicu seperti makanan atau obat yang diketahui menimbulkan reaksi.
Pasien dengan angioedema herediter perlu diberi kartu identitas medis dan penjelasan mengenai tanda awal kekambuhan.
Untuk profilaksis jangka panjang pada HAE, dapat digunakan:
Androgen sintetis (misalnya danazol atau stanozolol) yang meningkatkan produksi C1-INH.
Pemberian berkala C1-INH concentrate sebagai pencegahan serangan.
Pasien juga harus diberi edukasi mengenai situasi darurat, termasuk kapan menggunakan epinefrin auto-injector bila riwayat serangan berat sebelumnya ada.
9. Prognosis
Prognosis umumnya baik. Sebagian besar kasus akut sembuh spontan dalam waktu beberapa hari tanpa komplikasi.
Namun, angioedema yang melibatkan saluran napas memiliki potensi fatal jika tidak segera ditangani.
Pada kasus herediter atau akibat obat ACE inhibitor, kekambuhan dapat terjadi tetapi dapat dikendalikan dengan terapi dan edukasi yang tepat.
10. Kesimpulan
Angioedema merupakan kondisi pembengkakan akut akibat peningkatan permeabilitas vaskular yang dapat dimediasi oleh histamin atau bradikinin. Pengenalan dini terhadap mekanisme yang mendasari sangat penting karena tatalaksana kedua jenis ini berbeda secara signifikan. Penanganan cepat terutama pada kasus yang melibatkan saluran napas merupakan langkah penyelamat jiwa.
📚 Daftar Pustaka
Kaplan AP, Greaves MW. Angioedema. Journal of the American Academy of Dermatology. 2005;53(3):373–388.
Zuberbier T, et al. EAACI/GA²LEN/EDF/WAO Guideline for the Definition, Classification, Diagnosis and Management of Urticaria and Angioedema: 2022 Update. Allergy. 2022;77(3):734–766.
Banerji A, et al. Hereditary Angioedema: Classification, Pathophysiology, and Management. Journal of Allergy and Clinical Immunology: In Practice. 2021;9(4):1629–1641.
Bernstein JA, et al. Practice Parameter for the Diagnosis and Management of Hereditary Angioedema (HAE): 2020 Update. Annals of Allergy, Asthma & Immunology. 2020;124(6):600–622.
Simons FE, et al. World Allergy Organization Guidelines for the Assessment and Management of Anaphylaxis. WAO Journal. 2020;13(10):100472.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK): Anafilaksis dan Reaksi Alergi Berat. Jakarta: Kemenkes RI; 2020.
Tintinalli JE, et al. Tintinalli’s Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide. 9th ed. McGraw-Hill Education; 2020.