top of page

Bahaya Perawatan Gigi Ke Tukang Gigi

drg. Refina   |  24 Juli 2024

dentist-dental-clinic.jpg

Praktik kedokteran gigi ilegal adalah tindakan perawatan gigi dan mulut secara ilegal yang dilakukan oleh oknum yang tidak terdaftar dalam Konsil Kedokteran namun menjalankan praktik layaknya seorang dokter gigi. Praktik kedokteran gigi ilegal ini banyak ditemukan di Indonesia. Kondisi ini terlihat seiring banyaknya salon kecantikan, klinik gigi estetik, atau bahkan tukang gigi keliling yang bukan dilakukan oleh seorang dokter gigi (Darmawan & Thabrany, 2017).

​

Jumlah kunjungan korban tukang gigi ilegal ke dokter gigi setelah melakukan perawatan semakin meningkat. Perawatan yang dijanjikan pun bermacam-macam, mulai dari harga murah hingga yang mahal (Marsela & Kadarisman, 2015). Banyak masyarakat awam yang tidak mengerti datang untuk melakukan perawatan gigi ke tukang gigi ilegal karena kurangnya pengetahuan mengenai risiko yang dapat ditimbulkan oleh praktisi ilegal ini (Tariq, dkk., 2012). Selain itu, masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah memiliki tekanan psikologis ketika melakukan perawatan ke dokter gigi yang menimbulkan rasa takut dan lebih memilih ke tukang gigi ilegal.

​

Beberapa jenis perawatan yang marak dilakukan praktik kedokteran gigi ilegal antara lain adalah pemasangan behel gigi, veneer gigi, pemutihan gigi, pembuatan gigi tiruan, penambalan gigi, pembersihan karang gigi dan pencabutan gigi (Sapri, 2018). 

​

Banyak juga masyarakat yang lebih memilih datang ke tukang gigi dengan alasan biaya perawatan yang lebih murah dibandingkan dengan biaya perawatan ke dokter gigi. Padahal, perawatan gigi yang dilakukan oleh tukang gigi ilegal yang tidak pernah menempuh pendidikan kedokteran gigi dan tidak kompeten bisa menimbulkan bahaya dan kerugian besar pada pasien.

 

Beberapa risiko yang dapat timbul dari praktik gigi ilegal adalah susunan gigi dan rahang yang tidak seimbang, gigi yang goyang hingga gigi dapat mudah tanggal, terkumpulnya banyak plak, kerusakan akar, kerusakan tulang, peradangan jaringan pendukung gigi, gangguan pada sendi rahang, rasa ngilu, kerusakan struktur gigi, kesulitan makan, bau mulut, dan mengganggu kesehatan secara umum, seperti jantung dan kematian. (Nagarajappa, dkk., 2014; Alqahtani, 2014; Kim, dkk, 2014). 

​

Tempat praktik ilegal tidak terstandar dan pemakaian alat-alat yang tidak steril dapat menyebabkan infeksi silang dari satu pasien ke pasien yang lain. Banyak infeksi yang dapat menular akibat pemakaian alat-alat medis yang tidak steril diantaranya HIV/AIDS, Herpes Simplex, Hepatitis, TB, dan penyakit infeksi lainnya (Barbosa, dkk., 2015).

​

Dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014 menerangkan bahwa wewenang tukang gigi adalah sebagai berikut: a) Membuat gigi tiruan lepasan sebagian dan/atau penuh yang terbuat dari bahan heat curing acrylic yang memenuhi ketentuan persyaratan kesehatan; dan b) Memasang gigi tiruan lepasan dan/atau penuh yang terbuat dari bahan heat curing acrylic dengan tidak menutupi sisa akar gigi. 

 

Pasal 9 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014 menerangkan larangan pekerjaan tukang gigi adalah sebagai berikut: 1. Melakukan pekerjaan selain kewenangan yang diatur dalam pasal 6 ayat (2) di atas; 2. Mewakilkan pekerjaannya pada orang lain; 3. Melakukan promosi yang mencantumkan pekerjaan selain yang diatur dalam pasal 6 ayat (2); dan 4. Melakukan pekerjaan secara berpindah-pindah. Tukang gigi ilegal sudah melanggar aturan tersebut, karena mereka melakukan perawatan diluar wewenang mereka. Pasien yang merasa dirugikan pun merasa harus ke dokter gigi untuk menyembuhkan penyakit gigi dan mulut yang disebabkan oleh tukang gigi atas pekerjaan ilegalnya.

​

Untuk itu, diharapkan pasien datang ke tempat dokter gigi yang sudah terdaftar di Konsil Kedokteran untuk melakukan perawatan gigi dan mulutnya.

 

Sumber : 

  • Rusdiana Puspa Dewi, S., Handayani, P., Prasetya Beumaputra, A., & Mozartha, M. (2020). Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap praktik gigi ilegal. Jurnal Kesehatan Gigi Dan Mulut (JKGM), 2(1), 1–5.

  • Suhartono, B., Rahma Hutami, I., Mayangsari, R. S., Nurazky Yuniar, S., Indrawati, S. V., & Dimas P.P, M. (2023). UPAYA MENINGKATKAN PENGETAHUAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT MELALUI EDUKASI BAHAYA PENGGUNAAN “BEHEL FASHION” PADA MASYARAKAT MARGASARI. Jurnal Pengabdian Masyarakat DentMas, 01(01), 21–25. https://doi.org/10.30659/dentmas.1.1.21-25

  • Novita Putri, L., & Haflisyah, T. (2019). TANGGUNG JAWAB TUKANG GIGI SEBAGAI PELAKU USAHA ATAS PELANGGARAN PRAKTIK YANG MENIMBULKAN KERUGIAN TERHADAP KONSUMEN (Suatu Penelitian di Kota Banda Aceh). JIM Bidang Hukum Keperdataan, 3(2), 327–338. https://jim.usk.ac.id/perdata/article/viewFile/15651/7078

  • Grey Facebook Icon
  • Grey Twitter Icon

Klinik Satriabudi Dharma Medika © 2023

Thanks for submitting!

bottom of page