Musim Hujan, Waspada DBD !
dr. Herlina | 20 Desember 2023
DBD (Demam Berdarah Dengue) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue dan ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti. Di Indonesia, penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya. Sejak pertama kali ditemukan, kasus ini masih meningkat hingga sekarang.
Pada tahun 2022 tercatat sebanyak 143.266 kasus DBD dengan angka kematian sebanyak 1.237 kasus. Jika dibandingkan dengan tahun 2021, kasus DBD mengalami peningkatan. Pada tahun 2021 terdapat sekitar 73.518 kasus DBD dengan jumlah kematian sebanyak 705 kasus.
Mengenal Nyamuk Demam Berdarah
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan dengan ukuran rata-rata nyamuk lainnya. Nyamuk ini berwarna hitam dan memiliki bintik bintik putih pada bagian badan dan kaki.
Habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti antara lain :
-
Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari seperti ember, tangki air, tempayan, bak mandi/wc dan sebagainya.
-
Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti penampungan air dispenser, vas bunga, barang-barang bekas (botol, ban, kotak makan) dan sebagainya
-
Tempat penampungan air alami seperti pelepah daun, tempurung kelapa, lubang pada batu, dan sebagainya.
Apa saja gejala yang bisa muncul jika terkena DBD ?
Penyakit DBD memiliki 3 fase, yaitu :
-
Fase Demam
Pada fase ini, demam yang dialami dapat mencapai suhu 39 - 40 derajat celcius, biasanya berlangsung selama 2 - 7 hari. Sehingga tak jarang penderitanya menggigil. Selain demam, pada fase ini terkadang dijumpai keluhan lain seperti nyeri kepala, nyeri otot, nyeri belakang mata, dan fotofobia.
2. Fase Kritis
Fase kritis, demam akan turun menjadi 37.5 - 38 derajat celsius di hari ke-3 hingga hari ke-7 seolah-olah penderita dianggap sudah sembuh. Pada fase ini bila tidak mendapatkan pengobatan, jumlah trombosit akan mengalami penurunan dan berbahaya karena terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan perdarahan dan syok hipovolemik pada DHF (Dengue Haemoragic Fever) atau disfungsi organ dan Disseminated Intravacular Coagulation pada DSS(Dengue Shock Syndrome)
3. Fase Pemulihan
Pada fase pemulihan artinya penderita telah melewati fase kritis, yakni 24−48 jam setelah fase kritis. Trombosit akan meningkat dan nafsu makan penderita akan semakin membaik.
Ada beberapa tanda bahaya Infeksi DBD (Warning Sign) yang perlu diwaspadai agar tidak menimbulkan penderita syok
(Dengue Shock Syndrome), yaitu :
-
Pusing berat, gelisah dan terlihat sangat lemas
-
Sesak nafas
-
Nyeri perut hebat
-
Terjadi perdarahan seperti bintik bintik merah pada kulit, mimisan , gusi berdarah, BAB berdarah, atau muntah berdarah.
-
Tangan dan kaki terasa dingin dan pucat
-
Serta berkurangnya jumlah urin secara mendadak
Bagaimana Pengobatan DBD ?
Belum ada pengobatan khusus untuk DBD, namun pada saat terkena penyakit ini disarankan untuk minum air putih dalam jumlah yang banyak untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Dalam kondisi yang parah, dokter akan mempertimbangkan untuk pemberian cairan dan elektrolit secara intravena (Infus Cairan) , memantau tekanan darah secara berkala dan transfusi darah jika diperlukan.
Di penghujung tahun 2023, kita sudah memasuki musim hujan. Tetap waspada DBD dengan melakukan 3M Plus :
Menguras tempat penampuan air
Menutup tempat penampungan air
Mengubur barang-barang bekas
PLUS
(+) Hindari gigitan nyamuk
(+) Tidur menggunakan kelambu
(+) Menyalakan obat nyamuk
​
​
Segera konsultasikan diri Anda ke dokter jika mengalami demam dan diikuti gejala DBD yang sudah dijelaskan diatas agar mendapatkan penanganan secara tepat. Yuk, sama- sama kita cegah DBD. Salam sehat !
Sumber :
-
WHO. Dengue and Severe Dengue. 2021. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/dengue-and-severe-dengue.
-
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2022. https://www.kemkes.go.id/id/profil-kesehatan-indonesia-2022
-
World Health Organization. (2009). Dengue guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control : new edition. World Health Organization. https://apps.who.int/iris/handle/10665/44188